Kita mengenal
terjadinya perkembangan pendidikan dalam tiga periode yaitu: pendidikan
tradisional, pendidikan progresif, dan pendidikan modern. Pendidikan
tradisional bertitik tolak pada pemikiran bahwa tujuan pendidikan semata-mata
untuk mengembangkan kualitas itelektual anak/siswa. Sekolah-sekolah masa lampau
pernah mengalami masa jaya di bawah pemerintahan kolonial. Pada kurun waktu
berikutnya, muncul reaksi terhadap sistem pendidikan tradisional itu, yang
disebut pendidikan progresif. Disebut progresif karena orientasinya telah
berbalik 180 derajat dari orientasi sebelumnya. Pendidikan dipandang sebagai
suatu usaha untuk untuk mengembangkan pribadi anak/siswa. Lalu, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi menuntut perkembangan model baru, yang dapat disebut
sebagai sistem pendidikan baru. Dikatakan modern, karena sistem pendidikannya
berorientasi pada masyarakat yang terus berubah maju. Tetapi, ketiga periode
pendidikan ini tak tampak jelas apakah
telah membawa pendidikan yang berkeadilan. Karena sampai saat ini masalah demi
masalah muncul mewarnai pendidikan di Indonesia.
Pendidikan
merupakan bidang penentu keberhasilan suatu negara untuk bersaing di dunia
global seperti sekarang. Negara-negara yang mampu menunjukkan tajinya di
persaingan global adalah negara yang
kualitas pendidikannya sudah dianggap maju pesat. Lalu, bagaimana dengan
Indonesia? Kompas (3/3/2011) merilis data dalam Education for All (EFA) Global
Monitroring Report 2011 yang dikeluarkan
UNESCO dan diluncurkan di New York pada Senin, 1/3/2011, indeks pembangunan pendidikan
Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei. tentu ini bukan
pencapaian yang maksimal. Kita perlu
pencapaian yang lebih tinggi lagi guna mensejajarkan Indonesia dengan
negara-negara maju.
Memang
untuk pencapaian ini, Pemerintah telah merumuskan ‘peningkatan daya saing’ atau
competitiveness sebagai salah satu pilar visi pendidikan nasional agar
pendidikan Indonesia bardaya saing global. Untuk itulah, pemerintah telah
menetapkan alokasi anggaran sebesar 20% dari APBN khusus untuk pendidikan. Berbagai
kebijakan untuk mendukungnya juga telah dibuat, mulai dari perangkat yuridis,
seperti Undang-Undang Guru dan Dosen, hingga kebijakan operasional seperti
sertifikasi guru, PLPG, Program Pendidikan Guru (PPG), Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI), Ujian Nasional dan lain-lain. Semua kebijakan tersebut
hakikatnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Namun, dalam
pelaksanannya banyak pula permasalahan yang timbul sehingga proses pencapaian
menuju kualitas pendidikan yang berkualitas habis terkuras oleh penyelesaian
polemik pelaksanaan kebijakan pemerintah. Gugatan Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional ke Mahkamah Konstitusi oleh Koalisi Anti Komersialisasi
Pendidikan agar meninjau ulang Pasal 50 Ayat 3 UU Sistem Pendidikan Nasional yang
menjadi dasar penyelenggaraan RSBI. Unjuk rasa ribuan guru honor dari seluruh
Indonesia meminta kepastian status kepegawaian di depan istana negara
(kompas,22/2/2012), akses dan pembangunan sekolah yang tidak merata merupakan
sekian dari masalah yang belum terselesaikan, belum lagi kecurangan selalu
mewarnai setiap penyelenggaraan UN.
Secara garis besar sebenarnya permasalahan pendidikan di Indonesia
terletak pada efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran seperti
rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru,
rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya
relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.
Permasalahan pendidikan ini tidak akan pernah terselesaikan apabila pemerintah
tidak cepat tanggap terhadap situasi dan gejala sosial yang timbul terhadap
pelaksanaan kebijakan. Masalah
pendidikan juga akan bertambah pelik apabila masih kentalnya aspek politik dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan. Masalah pendidikan akan lamban
terselesaikan apabila hanya bergantung kepada pemerintah saja. Solusinya Setiap
warga negara haruslah mengawasi, memikirkan, dan mendukung terlaksananya
pendidikan adil berkualitas secara mandiri. Kita meyakini bahwa pendidikan
adalah satu gerakan bangsa dan bukan semata tugas pemerintah. Karenanya, kita
juga diwajibkan untuk bertindak secara visioner demi mengatasi masalah
pendidikan ini.
Tindakan visioner
Diperlukan tangan
dingin orang-orang atau pun lembaga yang peduli dan benar-benar
visioner untuk kemajuan pendidikan yang merata dan berkeadilan
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945. Orang-orang atau
lembaga-lembaga yang memahami betul janji kemerdekaan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa yang harus diterima merata di seluruh pelosok tanah air. Program
Indonesia Mengajar yang di gagas Anies
Baswedan merupakan salah satu contoh tindakan visioner dalam mengatasi masalah
pendidikan. Program yang digagas untuk
menginspirasi dan membangkitkan semangat anak-anak di daerah yang jauh dari
perhatian pemerintah. Indonesia Mengajar sebuah program yang memfasilitasi para
guru berprestasi (disebut Pengajar Muda) untuk tinggal, hidup, dan belajar dari
masyarakat di daerah terpencil selama satu tahun. Mereka di tempatkan untuk
mengajar sekolah dasar dan tinggal di rumah penduduk bersama keluarga baru
mereka. Tantangan, hambatan dan segala pengalaman akan membentuk karakter
kepemimpinan seorang pengajar sekaligus merajut kebangsaan yang lebih kuat. Apa
yang mereka lewati akan menjadi pelajaran seumur hidup bagi mereka. Sementara
itu, inspirasi yang mereka bagi di sekolah dan masyarakat akan menjadi pelajaran
berharga dan memori seumur hidup bagi anak-anak dan masyarakat di sana sehingga
diharapkan mampu memotivasi anak-anak agar menggantungkan cita-citanya setinggi
langit. Melalui Indonesia Mengajar, para calon pemimpin (pengajar muda)
memiliki kesempatan mengembangkan pemahaman akan akar rumput Indonesia, yang
beraneka ragam dan memiliki persoalan-persoalan yang juga kompleks. Selain itu,
masa petualangan pengajar muda ini merupakan wahana pendewasaan diri dan
latihan kepemimpinan yang alami bagi pengajar muda yang kelak akan menjadi
pemimpin bangsa ini. Proses ini diharapkan mampu mengubah paradigma pendidikan
yang selalu bertolok ukur bahwa keberhasilan pendidikan selalu terfokus kepada
masyarakat perkotaan.
Berbeda dengan ide Anies Baswedan, Tindakan
visioner juga dilakukan oleh sebuah lembaga. Sebut saja Putera Sampoerna
Foundation, PSF merupakan institusi bisnis sosial pertama di Indonesia yang
memiliki visi untuk mencetak calon-calon pemimpin masa depan yang handal demi menghadapi
tantangan global. Pilar utama kegiatan Putera Sampoerna Foundation adalah
pendidikan yang berkualitas bagi siswa Indonesia berprestasi, terutama dari
keluarga prasejahtera. Putera
Sampoerna Foundation telah menyalurkan lebih dari 34.000 beasiswa,
menyelenggarakan pelatihan untuk lebih dari 14.000 guru dan kepala sekolah,
mengadopsi 17 sekolah negeri dan 5 madrasah. Pada 2009, Putera Sampoerna
Foundation mendirikan sekolah berstandar internasional berasrama yaitu
Sampoerna Academy.
Memang tindakan-tindakan
ini tidak serta merta mampu mengatasi masalah pendidikan di Indonesia. Tetapi, bayangkan apabila semakin banyak
orang atau lembaga yang berkomitmen tinggi terhadap pendidikan, bukan tidak
mungkin mewujudkan pendidikan yang adil berkualitas akan cepat terlaksana, daripada
hanya menunggu kebijakan pemerintah yang terkadang menuai masalah. Oleh karena itu, Semua
pihak tanpa terkecuali harus segera mendorong pemerintah untuk lebih serius
mengutamakan pendidikan berkualitas yang berkeadilan dan merata diseluruh
pelosok tanah air.
No comments:
Post a Comment